Sebagai orang tua, kita tentu berharap anak bisa tumbuh dengan sehat, bahagia, dan mendapatkan asupan nutrisi seimbang setiap harinya. Tapi bagaimana jika setiap kali dikenalkan dengan makanan baru, Si Kecil justru menolak mentah-mentah, bahkan hanya untuk menyentuh atau mencium aromanya saja?
Kondisi ini bisa jadi bukan sekadar “pilih-pilih makanan”, melainkan sebuah tantangan yang dikenal sebagai food neophobia. Bagi anak berkebutuhan khusus, kondisi ini bisa lebih kompleks dan berdampak pada tumbuh kembang mereka secara menyeluruh.
Apa Itu Food Neophobia?
Food neophobia adalah ketakutan atau penolakan untuk mencoba makanan baru atau yang tidak familiar. Ini merupakan respons alami pada sebagian besar anak usia dini, terutama antara 2 hingga 6 tahun. Namun, pada anak dengan kebutuhan khusus seperti Autism Spectrum Disorder (ASD), gangguan sensorik, atau keterlambatan perkembangan penolakan ini bisa berlangsung lebih lama, lebih intens, dan lebih mengganggu keseharian mereka.
Menurut penelitian yang diterbitkan di Journal of Autism and Developmental Disorders (2023), anak-anak dengan ASD cenderung memiliki tingkat food neophobia yang lebih tinggi dibanding anak-anak neurotipikal. Hal ini berkaitan dengan sensitivitas sensorik terhadap rasa, tekstur, bau, atau tampilan makanan. Beberapa faktor yang membuat anak berkebutuhan khusus lebih rentan mengalami food neophobia antara lain:
- Sensitivitas Sensorik: Tekstur kasar, bau tajam, atau suhu makanan bisa memicu ketidaknyamanan ekstrem.
- Keterbatasan Komunikasi: Anak mungkin kesulitan mengungkapkan rasa tidak suka atau ketidaknyamanan, sehingga langsung menolak makanan baru.
- Kebutuhan akan Rutinitas: Banyak anak dengan kebutuhan khusus menyukai rutinitas dan tidak mudah menerima perubahan, termasuk dalam hal makanan.
- Pengalaman Negatif: Pengalaman makan yang kurang menyenangkan di masa lalu bisa memicu trauma terhadap jenis makanan tertentu.
Food neophobia yang berlangsung dalam jangka panjang tidak boleh dianggap sepele, karena dapat menimbulkan dampak serius bagi anak. Jika dibiarkan, food neophobia yang berkepanjangan dapat berdampak serius pada anak, seperti:
- Kekurangan nutrisi karena asupan makanan sangat terbatas
- Gangguan pertumbuhan dan imunitas
- Ketegangan dalam hubungan orang tua dan anak saat waktu makan
- Stres dan kecemasan baik pada anak maupun orang tua
Orang tua tentu menghadapi berbagai tantangan saat si kecil mengalami kesulitan makan. Untuk membantu mengatasinya, terdapat beberapa langkah awal yang dapat dilakukan. Berikut beberapa langkah awal yang bisa Anda lakukan:
- Paparan Bertahap. Biarkan anak mengenal makanan baru secara perlahan, lihat dulu, sentuh, cium baunya, tanpa paksaan.
- Jadikan Makan Sebagai Aktivitas Menyenangkan. Ajak anak terlibat saat menyiapkan makanan, gunakan alat makan warna-warni, dan berikan contoh positif saat makan.
- Gunakan Strategi Sensorik. Terapi sensorik dapat membantu anak mengelola kepekaan mereka terhadap makanan.
- Konsultasikan dengan Profesional. Jika penolakan makanan sangat ekstrem atau mulai mengganggu tumbuh kembang anak, penting untuk segera berkonsultasi dengan ahli.
Penutup
Di The TamTam Therapy Centre Garut, kami memahami bahwa setiap anak memiliki kebutuhan unik. Tim terapis berpengalaman dalam menangani anak berkebutuhan khusus, termasuk tantangan makan seperti food neophobia. Kami menggunakan pendekatan individual dan berfokus pada kenyamanan anak serta pelibatan orang tua dalam setiap proses terapi. Tujuan kami bukan hanya agar anak bisa makan dengan lebih baik, tetapi juga untuk mengembalikan keceriaan di meja makan keluarga.
Yuk, konsultasi sekarang!
Jika Anda mulai merasa kesulitan dalam menghadapi kebiasaan makan si kecil, jangan ragu untuk berkonsultasi. Semakin dini ditangani, semakin besar peluang anak untuk menikmati makanan dengan nyaman dan penuh rasa percaya diri. Hubungi kami atau kunjungi langsung The TamTam Therapy Centre Garut untuk penanganan yang penuh empati dan profesional.
Karena makan bukan hanya soal nutrisi tapi juga kenyamanan, pengalaman, dan kasih sayang. 💚 (AST)
