
Dyspraxia, atau dikenal juga sebagai Developmental Coordination Disorder (DCD), adalah gangguan perkembangan motorik yang menyebabkan anak mengalami kesulitan dalam merencanakan dan mengoordinasikan gerakan tubuh. Meskipun tidak memengaruhi kecerdasan, dyspraxia dapat memengaruhi aktivitas sehari-hari, keterampilan sekolah, dan kepercayaan diri anak.
Pada anak dengan Autism Spectrum Disorder (ASD), dyspraxia adalah komorbid yang cukup umum terjadi, namun seringkali tidak langsung terdeteksi karena gejalanya bisa mirip atau tertutup oleh tantangan lain dalam autisme. Beberapa studi menunjukkan bahwa lebih dari 50% anak autis menunjukkan gejala dyspraxia, meskipun tidak selalu didiagnosis secara resmi. Dyspraxia pada anak autis bisa memengaruhi:
- Kemampuan motorik kasar. Misalnya berlari, melompat, menendang bola
- Kemampuan motorik halus. Misalnya menulis, mengancingkan baju, menggunakan sendok
- Kemampuan koordinasi tangan-mata
- Kesulitan meniru gerakan atau mengikuti instruksi motorik
- Tantangan dalam merencanakan urutan gerakan
Ciri-Ciri Dyspraxia pada Anak Autis
Berikut beberapa ciri umum yang bisa diamati oleh orang tua, guru, atau terapis:
➤ Motorik Kasar
- Sering terjatuh atau tersandung
- Kesulitan naik turun tangga
- Gerakannya terlihat “kaku” atau tidak luwes saat bermain
➤ Motorik Halus
- Sulit memegang pensil dengan baik
- Tulisan tangan cenderung tidak terbaca
- Kesulitan menggunakan gunting, menyusun puzzle, atau meronce manik-manik
➤ Keterampilan Fungsional
- Susah mengancingkan atau membuka ritsleting
- Lambat dalam berpakaian atau makan sendiri
- Kesulitan mengikuti gerakan dalam senam atau kegiatan kelompok
Dampak Dyspraxia Jika Tidak Ditangani
Jika tidak dikenali dan ditangani sejak dini, dyspraxia dapat berdampak pada:
- Prestasi akademik (karena sulit menulis atau mengikuti instruksi)
- Interaksi sosial (anak bisa merasa malu atau frustrasi saat bermain bersama teman)
- Kemandirian (kesulitan dalam tugas-tugas harian)
- Kepercayaan diri anak
Strategi Penanganan Dyspraxia
Berikut beberapa langkah intervensi dan dukungan yang dapat diterapkan:
- Terapi Okupasi (Occupational Therapy)
Terapis akan membantu anak mengembangkan keterampilan motorik halus dan kasar, serta meningkatkan koordinasi melalui latihan yang menyenangkan dan bertahap. - Latihan Motorik Harian
Orang tua dan guru bisa melibatkan anak dalam aktivitas motorik seperti:
- Bermain lempar-tangkap bola
- Meronce, mewarnai, atau membuat karya seni sederhana
- Latihan keseimbangan seperti berdiri dengan satu kaki atau berjalan di garis lurus
- Latihan Rutin dan Konsisten
Karena dyspraxia berkaitan dengan keterlambatan perkembangan motorik, anak perlu berlatih secara berulang dan konsisten untuk memperkuat keterampilan.
Kesimpulan:
Dyspraxia pada anak autis adalah tantangan nyata, namun bukan hambatan mutlak. Dengan dukungan yang tepat, deteksi dini, dan intervensi berkelanjutan, anak dapat belajar mengatasi hambatan motoriknya dan mengembangkan kemandirian dalam kehidupan sehari-hari.
Peran orang tua, guru SLB, dan terapis sangat penting dalam memberikan lingkungan yang aman, mendukung, dan penuh semangat belajar bagi anak-anak ini. Mari, kita bantu mereka bergerak maju, selangkah demi selangkah. Dan jika Anda membutuhkan pendampingan dari tim professional, The TamTam Therapy Centre Garut siap mendampingi tumbuh kembang anak semakin optimal. (AST)