The TamTam Therapy Centre

Layanan Terapi Sesuai Kebutuhan Anak: Kenali Jenisnya

Orang tua yang baru mengetahui bahwa anaknya termasuk dalam kategori Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) sering kali mengalami kebingungan: “Terapi apa yang paling tepat? Apakah anak saya butuh terapi wicara, terapi okupasi, atau yang lain?”

Memahami jenis layanan terapi yang sesuai dengan kebutuhan anak merupakan langkah awal yang sangat penting dalam mendukung perkembangan mereka secara optimal. Artikel ini akan membantu Anda mengenali berbagai terapi berdasarkan kondisi anak, berdasarkan referensi terpercaya dari dunia psikologi perkembangan anak, terapi klinis, dan sumber akademik seperti DSM-5-TR dan pedoman IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia).

Mengapa Terapi Harus Disesuaikan dengan Kebutuhan Anak?

Setiap anak memiliki karakteristik tumbuh kembang yang unik. Anak dengan keterlambatan bicara tidak bisa disamakan terapinya dengan anak yang memiliki gangguan sensori atau autisme.
Menurut American Academy of Pediatrics (AAP), pendekatan individualistik berbasis asesmen menyeluruh adalah prinsip utama dalam menentukan layanan terapi yang dibutuhkan ABK. Ini artinya, sebelum memilih terapi, anak perlu menjalani asesmen tumbuh kembang dan psikologis oleh profesional seperti psikolog anak, dokter tumbuh kembang, atau terapis berlisensi.

Jenis-Jenis Terapi Anak Berkebutuhan Khusus

Berikut ini adalah jenis terapi yang umum diberikan kepada anak-anak berkebutuhan khusus, disesuaikan dengan kondisi yang mereka alami:

  1. Terapi Wicara (Speech and Language Therapy)
    Terapi ini diberikan kepada anak yang mengalami keterlambatan bicara, kesulitan mengucapkan kata, gagap, atau gangguan bahasa reseptif dan ekspresif. Terapi ini juga efektif untuk anak dengan autisme atau apraksia bicara.

Terapi ini dapat melatih artikulasi dan pelafalan, mengembangkan pemahaman Bahasa, membantu komunikasi alternatif (seperti PECS atau AAC).

  1. Terapi Okupasi (Occupational Therapy/OT)
    Terapi okupasi adalah terapi yang ditujukan untuk anak dengan gangguan motorik halus, kesulitan dalam aktivitas sehari-hari (bina diri), gangguan sensori, autisme, cerebral palsy.

Terapi ini bertujuan untuk melatih kemampuan sehari-hari seperti makan, memakai baju, menulis. Selain itu, terapi okupasi dapat membantu menangani masalah regulasi sensorik (anak yang sangat sensitif atau kurang peka terhadap rangsangan) serta meningkatkan fokus dan koordinasi tangan-mata

  1. Terapi Perilaku (Applied Behavior Analysis/ABA)

Terapi ABA (Applied Behavior Analysis) ditujukan untuk anak-anak dengan autisme, ADHD, serta gangguan perilaku atau sosial lainnya. Terapi ini membantu anak mengembangkan perilaku positif dan keterampilan hidup yang esensial. Dalam pelaksanaannya, ABA berfokus pada penguatan positif atau reinforcement, yaitu memberikan pujian atau hadiah saat anak menunjukkan perilaku yang diharapkan, agar perilaku tersebut lebih sering muncul di masa depan.

Selain mengajarkan keterampilan baru, terapi ABA juga bertujuan untuk mengurangi perilaku yang mengganggu atau membahayakan, seperti tantrum berlebihan, agresivitas, atau melukai diri sendiri. Melalui pendekatan yang terstruktur dan konsisten, ABA dapat meningkatkan kemampuan anak dalam berinteraksi sosial, belajar dasar-dasar akademik, serta membangun kemandirian dalam aktivitas sehari-hari.

  1. Fisioterapi (Physical Therapy)

Fisioterapi anak ditujukan untuk anak-anak yang mengalami gangguan motorik kasar, seperti cerebral palsy, hipotonia (otot lemah), keterlambatan berjalan, serta masalah keseimbangan atau koordinasi tubuh. Terapi ini membantu anak agar bisa bergerak lebih baik dan lebih mandiri dalam aktivitas sehari-hari.
Dalam fisioterapi, anak akan dilatih untuk meningkatkan kekuatan otot dan postur tubuh melalui berbagai aktivitas seperti latihan duduk, berjalan, melompat, hingga naik turun tangga. Jika dibutuhkan, fisioterapis juga akan membantu anak belajar menggunakan alat bantu gerak seperti walker atau kursi roda dengan benar.
Menurut rekomendasi dari WHO, fisioterapi anak akan lebih efektif jika dilakukan dengan pendekatan yang berpusat pada keluarga (family-centered practice). Artinya, orang tua ikut terlibat aktif dalam proses terapi, termasuk melanjutkan latihan sederhana di rumah. Keterlibatan ini terbukti membantu anak mencapai perkembangan yang lebih optimal.

  1. Terapi Sensori Integrasi (Sensory Integration Therapy)
    Terapi sensori ditujukan untuk anak-anak yang mengalami gangguan pemrosesan sensori (Sensory Processing Disorder/SPD), autisme, atau anak yang terlihat sangat peka (berlebihan) atau justru kurang tanggap terhadap rangsangan seperti suara, cahaya, sentuhan, atau gerakan. Anak-anak ini sering kali merasa tidak nyaman di lingkungan tertentu atau kesulitan berkonsentrasi karena respons tubuh mereka terhadap stimulasi tidak seimbang.
    Dalam terapi sensori, anak akan dilatih untuk menyeimbangkan respons tubuh terhadap rangsangan dari lingkungan, agar bisa lebih tenang, fokus, dan nyaman dalam beraktivitas. Terapis akan menggunakan berbagai alat dan aktivitas seperti ayunan terapi, mainan berbobot, tekanan dalam (deep pressure), atau tekstur tertentu untuk menstimulasi atau menenangkan sistem sensori anak.
    Terapi ini juga sangat membantu dalam mengatur emosi dan meningkatkan fokus perhatian anak, sehingga mereka lebih siap untuk belajar dan berinteraksi. Biasanya, terapi sensori tidak berdiri sendiri, tapi digabungkan dengan terapi okupasi atau ABA, sesuai dengan kebutuhan masing-masing anak.

Bagaimana Menentukan Terapi yang Tepat?

  1. Lakukan asesmen menyeluruh.
    Hubungi psikolog atau klinik tumbuh kembang untuk asesmen awal (observasi perilaku, kemampuan adaptif, kemampuan komunikasi, dll).
  2. Pahami kekuatan dan kebutuhan anak.
    Tidak semua anak autisme perlu terapi ABA. Tidak semua keterlambatan bicara harus langsung terapi wicara.
  3. Pilih terapis bersertifikat dan berpengalaman.
    Pastikan terapis memiliki lisensi, pengalaman klinis, dan bekerja dengan pendekatan kolaboratif bersama orang tua.
  4. Tinjau dan evaluasi secara berkala.
    Terapi harus fleksibel dan disesuaikan dengan perkembangan anak.

Kesimpulan


Mendampingi anak berkebutuhan khusus memang membutuhkan energi, waktu, dan ketekunan. Namun, dengan terapi yang tepat dan diberikan secara konsisten, perkembangan anak bisa sangat signifikan. Yang terpenting adalah membangun kerja sama antara orang tua, terapis, dan guru, karena perkembangan anak bukan hanya soal terapi, tetapi juga soal lingkungan yang mendukung dan cinta yang tidak pernah putus.

Scroll to Top