
Tidak sedikit orang tua, guru, atau bahkan tenaga professional merasa bingung ketika mendapati anak mengalami tantangan dalam belajar, berkomunikasi, atau bersosialisasi. Istilah seperti autisme, ADHD, dan disleksia sering kali terdengar serupa atau bahkan tertukar satu sama lain. Padahal, ketiganya memiliki karakteristik yang berbeda dan penanganan yang juga tidak sama.
Memahami perbedaan antara ketiganya adalah langkah awal yang penting agar anak bisa mendapatkan dukungan yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing anak.
- Autisme (Autism Spectrum Disorder)
Autisme adalah gangguan perkembangan saraf yang memengaruhi cara seseorang berkomunikasi, berinteraksi sosial, serta pola perilaku dan minatnya. Anak dengan autisme bisa menunjukkan gejala seperti:
• Kesulitan menjalin kontak mata atau memahami ekspresi wajah orang lain
• Minat yang terbatas dan berulang (misalnya, menyusun mainan dengan cara yang sama berulang kali)
• Reaksi berlebihan atau kurang responsif terhadap rangsangan (seperti suara keras atau sentuhan)
Intervensi dini sangat penting untuk dilakukan. Terapi wicara, terapi perilaku (ABA), dan terapi okupasi sering digunakan sesuai kebutuhan masing-masing anak. Pendampingan yang konsisten dapat membantu anak beradaptasi lebih baik dalam lingkungan sosial dan belajar. - ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder)
ADHD ditandai dengan kesulitan dalam memusatkan perhatian, tindakan spontan, dan perilaku hiperaktif. Anak dengan ADHD bisa tampak:
• Sulit duduk diam dalam waktu lama
• Sering kehilangan fokus atau mudah terdistraksi
• Bertindak tanpa berpikir (impulsif)
ADHD bukan karena anak “nakal” atau “kurang disiplin”, melainkan karena fungsi otak yang berbeda dalam mengatur perhatian dan kontrol diri.
Terapi perilaku, pelatihan keterampilan sosial, serta dukungan dari lingkungan sekolah dan rumah sangat membantu. Pendekatan terbaik biasanya melibatkan kombinasi terapi dan strategi belajar yang disesuaikan. - Disleksia
Disleksia adalah gangguan belajar spesifik yang memengaruhi kemampuan membaca dan menulis. Anak dengan disleksia sering mengalami:
• Kesulitan mengenali huruf dan bunyi yang menyertainya
• Membaca dengan lambat dan tidak lancar
• Kesulitan mengeja atau menulis kata dengan benar
Disleksia tidak berhubungan dengan tingkat kecerdasan. Banyak anak dengan disleksia memiliki kecerdasan normal atau bahkan di atas rata-rata. Cara belajar yang melibatkan banyak indera dan mengikuti langkah-langkah yang jelas, biasanya sangat efektif. Guru atau terapis spesialis gangguan belajar dapat membantu anak mengembangkan strategi membaca dan menulis yang sesuai dengan cara belajarnya.
Kesimpulan:
Meskipun ketiganya bisa menunjukkan ciri-ciri yang mirip, seperti kesulitan belajar atau berkomunikasi, namun penanganannya tidak bisa disamaratakan. Salah diagnosis atau intervensi yang tidak sesuai bisa membuat anak merasa semakin frustrasi dan tertinggal.
Maka dari itu, sangat disarankan untuk melakukan asesmen menyeluruh bersama tim profesional, seperti psikolog anak, dokter spesialis tumbuh kembang, atau terapis pendidikan, guna mendapatkan pemahaman yang tepat mengenai kondisi anak.
Jika Anda sebagai orang tua atau guru mulai melihat tanda-tanda yang mungkin mengarah ke autisme, ADHD, atau disleksia, jangan ragu untuk mencari bantuan. Semakin cepat ditangani, semakin besar peluang anak untuk berkembang optimal.
Di The TamTam Therapy Centre Garut, kami percaya bahwa setiap anak berhak mendapat dukungan yang sesuai dengan kebutuhannya. Jangan menunggu hingga anak kesulitan lebih jauh. Konsultasikan bersama kami dan temukan langkah terbaik untuk mendukung tumbuh kembang mereka.