
Sebagai orang tua, melihat anak menolak makan, bahkan hanya mencium makanan pun enggan, tentu menjadi tantangan tersendiri. Terlebih jika Anda sudah mencoba berbagai cara: mengganti menu, menyuapi dengan sabar, hingga mencoba berbagai variasi rasa dan bentuk makanan, namun hasilnya tetap sama.
Banyak orang tua bertanya-tanya, “Apakah ini hanya masalah ‘picky eater’, atau ada penyebab lain yang lebih serius?” Salah satu hal yang sering luput dari perhatian adalah kemungkinan adanya gangguan sensori.
Masalah sensori terjadi ketika otak kesulitan mengatur dan merespons informasi yang diterima dari pancaindra. Dalam konteks makan, hal ini berkaitan dengan indra perasa, penciuman, sentuhan (melalui tekstur makanan), hingga penglihatan dan pendengaran.
Beberapa anak, terutama anak berkebutuhan khusus seperti yang berada dalam spektrum autisme, ADHD, atau memiliki gangguan pemrosesan sensori (SPD), sangat sensitif terhadap sensasi tertentu. Contohnya:
- Tidak tahan dengan tekstur makanan tertentu seperti lembek, lengket, atau berserat
- Terganggu dengan bau tajam dari makanan tertentu
- Hanya mau makanan dengan suhu tertentu (misalnya hanya dingin atau hanya hangat)
- Menolak makan karena suara kunyahan atau keributan saat makan
Bagi anak dengan gangguan sensori, makan bukanlah hal yang menyenangkan. Makanan bisa terasa “berisik”, menjijikkan, terlalu kasar, atau terlalu banyak informasi yang harus diproses sekaligus. Ini membuat mereka menolak makan, bukan karena tidak lapar, tetapi karena tubuh dan otak mereka belum mampu menangani pengalaman makan itu secara nyaman.
Inilah yang membedakan mereka dengan anak “picky eater” biasa. Bagi anak dengan sensitivitas sensori tinggi, penolakan terhadap makanan bukan soal keinginan, melainkan respons fisik dan emosional yang sangat nyata.
Berikut beberapa tanda yang bisa menjadi indikasi bahwa anak mengalami tantangan sensori saat makan:
- Hanya mau makan 2–3 jenis makanan tertentu
- Menolak mencoba makanan baru (food neophobia)
- Sering muntah atau ingin muntah saat mencoba makanan baru
- Menyimpan makanan terlalu lama di mulut (pocketing)
- Menolak menyentuh makanan dengan tangan
- Sangat sensitif terhadap bau atau penampilan makanan
Jika Anda melihat tanda-tanda ini terjadi secara konsisten, besar kemungkinan ada masalah sensori yang mendasari.
Apa yang Bisa Dilakukan Orang Tua?
- Jangan Memaksa
Memaksa anak makan makanan yang membuatnya tidak nyaman justru bisa memperburuk trauma sensori. Anak bisa semakin menolak dan mengembangkan kecemasan setiap kali jam makan tiba. - Bantu Anak Mengeksplorasi Makanan Secara Bertahap
Ajak anak untuk mengenali makanan dari hal yang paling ringan, misalnya menyentuh, mencium, atau bermain dengan bentuk dan warna makanan. Ini akan membantu membangun toleransi terhadap pengalaman makan. - Ciptakan Lingkungan Makan yang Nyaman
Minimalkan distraksi dan ciptakan rutinitas makan yang tenang. Hindari layar, suara keras, atau perubahan mendadak dalam suasana makan. - Konsultasi dengan Terapis Okupasi atau Terapis Makan
Profesional dapat membantu mengevaluasi sensitivitas sensori anak dan memberikan program intervensi yang sesuai. Terapi makan berbasis sensori (sensory-based feeding therapy) telah terbukti efektif membantu anak-anak dengan tantangan ini.
Penutup
Anak yang tidak mau makan bukan selalu soal “manja” atau “pilih-pilih”. Dalam banyak kasus, terutama pada anak berkebutuhan khusus, masalah sensori menjadi penyebab utamanya. Memahami ini akan membantu orang tua untuk lebih sabar, empatik, dan mencari pendekatan yang lebih tepat untuk mendampingi anak.
Apakah Anda mulai melihat tanda-tanda masalah sensori pada anak saat makan? Jangan ragu untuk mencari bantuan. Di The TamTam Therapy Centre Garut, kami menyediakan layanan asesmen sensori dan terapi makan berbasis pendekatan individual yang empatik dan menyenangkan untuk anak. Hubungi kami sekarang untuk konsultasi awal bersama tim profesional.
Karena setiap anak berhak menikmati waktu makan dengan nyaman, tanpa rasa takut dan tekanan. (AST)