
Setiap anak belajar dan tumbuh dengan cara yang unik, termasuk anak-anak berkebutuhan khusus. Di balik perilaku yang mungkin tampak “berbeda”, sering kali terdapat tantangan sensorik yang belum dipahami sepenuhnya. Anak berkebutuhan khusus, seperti anak dengan autisme, ADHD, atau gangguan pemrosesan sensori (SPD), seringkali memiliki tantangan dalam memberikan respon terhadap informasi dari lingkungan sekitarnya. Dua sistem sensorik yang sering terpengaruh adalah sensorik visual (penglihatan) dan sensorik auditori (pendengaran). Sistem sensorik anak memainkan peran penting dalam bagaimana mereka menerima, memproses, dan merespons lingkungan sekitar. Bagi anak berkebutuhan khusus, gangguan dalam pemrosesan sensorik ini dapat memengaruhi kemampuan belajar, berinteraksi, bahkan melakukan aktivitas sehari-hari.
Agar orang tua dapat membantu serta memberikan dukungan bagi anak, perlu pemahaman yang tepat tentang bagaimana cara anak merespons rangsangan visual dan auditori. Sebelum itu, mari, kita bahas lebih lanjut terkait perbedaan antara sensorik visual dan sensorik auditori.
Apa Itu Sensorik Visual?
Sensorik visual berkaitan dengan cara otak memproses apa yang dilihat mata, termasuk warna, bentuk, cahaya, gerakan, dan pola. Masalah yang mungkin dihadapi anak:
- Terlalu sensitif terhadap cahaya terang atau pola mencolok
- Terpaku pada benda bergerak (seperti kipas atau lampu berkedip)
- Sulit mengikuti objek visual yang bergerak
- Mudah terdistraksi oleh perubahan visual di lingkungan
Apa Itu Sensorik Auditori?
Sensorik auditori melibatkan cara otak memproses suara dan bunyi di sekitar kita. Masalah yang mungkin dihadapi anak:
- Menutup telinga saat mendengar suara keras (seperti blender, klakson, atau vacuum cleaner)
- Sangat sensitif terhadap suara tertentu
- Sulit menyaring suara latar, sehingga kesulitan fokus
- Tidak merespons saat dipanggil (bukan karena tidak mendengar, tapi tidak memproses)
Kenapa Hal Ini Bisa Terjadi?
Anak berkebutuhan khusus bisa mengalami yang disebut “sensory overresponsivity” (terlalu sensitif) atau “underresponsivity” (kurang sensitif) terhadap rangsangan visual atau auditori. Hal ini bukan karena anak rewel atau tidak mau mendengar, tetapi karena otaknya memproses informasi sensorik secara berbeda.
Jadi bagaimana cara mendukung anak dengan tantangan sensorik visual dan auditori?
Untuk tantangan visual, orang tua bisa memperhatikan hal-hal berikut:
- Gunakan pencahayaan yang lembut (hindari lampu neon terang)
- Hindari pakaian atau mainan dengan pola mencolok jika anak merasa terganggu
- Sediakan area tenang dengan sedikit rangsangan visual
- Beri waktu adaptasi saat berpindah ruangan
Sedangkan untuk tantangan auditori, hal yang perlu diperhatikan diantaranya:
- Gunakan headphone peredam suara saat di tempat ramai
- Beri penjelasan sebelum suara keras muncul. Misalnya memberitahu dulu saat akan menggunakan blender karena aka nada suara keras yang muncul
- Gunakan suara tenang dan konsisten saat memberi instruksi
- Putar musik lembut sebagai latar saat anak merasa cemas
Kesimpulan: Anak Butuh Dipahami, Bukan Diubah
Tantangan sensorik bukanlah suatu kesalahan yang harus segera diperbaiki, tetapi karakteristik yang perlu dimengerti. Dengan pengertian dan pendekatan yang tepat, anak bisa belajar menyesuaikan diri dan merasa lebih nyaman di dunianya sendiri. Sebagai orang tua, Anda tidak harus langsung tahu segalanya. Yang paling penting adalah kemauan untuk terus belajar, mendampingi, dan menjadi tempat aman bagi anak. Dengan pemahaman yang tepat tentang pemrosesan sensorik, Anda bisa membantu anak mengenali kebutuhannya, mengelola responsnya, dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya secara lebih positif.
Jika Anda merasa tantangan sensorik anak sangat mengganggu aktivitas harian, pertimbangkan untuk berkonsultasi dengan terapis okupasi yang berpengalaman dalam penanganan gangguan sensorik. The TamTam Therapy Centre Garut bisa menjadi pilihan untuk Anda melakukan konsultasi bersama tim professional kami.(AST)