The TamTam Therapy Centre

Menghadapi Tantrum pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) : Panduan Emosional dan Strategi Terapi

Menghadapi Tantrum pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Panduan Emosional dan Strategi Terapi

Tantrum adalah saat anak tiba-tiba menangis kencang, marah, berteriak, melempar barang, atau bahkan memukul, karena tidak bisa mengungkapkan apa yang mereka rasakan atau inginkan. Tantrum pada anak adalah hal yang umum. Tapi ketika terjadi terlalu sering, intens, dan sulit ditenangkan, terutama pada ABK, maka diperlukan pendekatan yang berbeda.

Anak dengan autisme, ADHD, gangguan sensori, atau keterlambatan komunikasi memiliki tantangan regulasi emosi yang unik. Mereka bisa menangis, menjerit, melempar barang, bahkan menyakiti diri saat tak mampu menyampaikan keinginan atau menoleransi perubahan kecil.

Mengapa Anak ABK Mudah Mengalami Tantrum?

  1. Kesulitan komunikasi verbal
    Anak merasa frustasi karena tidak bisa mengungkapkan keinginannya.
  2. Sensitivitas sensorik
    Suara keras, cahaya terang, atau tekstur tertentu bisa memicu ledakan emosi pada anak ABK.
  3. Kebutuhan akan rutinitas
    Anak dengan autisme, misalnya, dapat merasa cemas atau tidak nyaman ketika rutinitas hariannya berubah.
  4. Impulsifitas
    Pada anak ADHD, saat keinginan mereka tidak terpenuhi itu bisa memicu tantrum dengan cepat.
  5. Stimulasi yang berlebihan (overstimulated) atau kekurangan stimulasi (understimulated).
    Anak dengan kebutuhan khusus, terutama yang memiliki gangguan sensori, bisa mengalami tantrum karena terlalu banyak atau terlalu sedikit rangsangan dari lingkungan.
    Overstimulated terjadi saat anak menerima terlalu banyak suara, cahaya, sentuhan, atau gerakan sekaligus, sehingga membuatnya kewalahan. Misalnya, berada di tempat ramai dengan suara bising bisa membuat anak merasa tidak nyaman dan akhirnya meluapkan emosi melalui tantrum.

Sebaliknya, understimulated terjadi saat anak merasa bosan atau tidak mendapat cukup rangsangan, sehingga mencari perhatian dengan cara yang ekstrem, termasuk tantrum. Misalnya, anak bisa menjadi gelisah, rewel, atau marah karena butuh aktivitas fisik atau sensori.

Ciri Tantrum pada Anak ABK vs Anak Tipikal

Tantrum adalah bagian normal dari perkembangan anak, namun cara dan pola tantrum bisa sangat berbeda antara anak tipikal dan ABK. Perbedaan ini penting dikenali agar orang tua dapat merespons dengan tepat.

Pada anak tipikal, tantrum biasanya berlangsung singkat, rata-rata kurang dari 10 menit. Mereka cenderung mudah dialihkan perhatiannya, seperti diajak bermain, diberi benda kesukaannya, atau sekadar dipeluk. Tantrum pada anak tipikal umumnya muncul sebagai bentuk protes atau usaha untuk mendapatkan perhatian dan kontrol terhadap situasi tertentu. Seiring bertambahnya usia dan kemampuan komunikasi, frekuensi tantrum biasanya akan berkurang dengan sendirinya.

Sebaliknya, pada anak berkebutuhan khusus, durasi tantrum bisa jauh lebih lama, bahkan bisa berlangsung lebih dari 30 menit. Mereka cenderung sulit dialihkan, dan pengalihan yang salah justru bisa memperparah tantrumnya. Tantrum pada anak ABK sering kali bukan sekadar bentuk protes, tetapi merupakan respons terhadap ketidaknyamanan internal, seperti kesulitan memproses rangsangan sensorik, rasa frustrasi karena tidak bisa mengungkapkan keinginan, atau perubahan rutinitas yang mendadak. Jika tidak ditangani secara tepat, tantrum ini bisa menetap bahkan hingga usia yang lebih besar.

Memahami perbedaan ini adalah langkah awal yang penting agar orang tua dan guru tidak langsung menyalahkan perilaku anak, melainkan mencari tahu penyebab di balik tantrum yang terjadi.

Strategi Efektif Menghadapi Tantrum Anak ABK

  1. Tetap Tenang dan Validasi Emosi Anak
    Contoh: “Kakak marah, ya? Gak apa-apa. Mama di sini.”
  2. Gunakan Visual Schedule
    Visual schedule adalah alat bantu berupa gambar, ikon, atau foto yang menunjukkan urutan aktivitas anak sepanjang hari. Ini sangat membantu anak yang kesulitan memahami perubahan jadwal atau transisi dari satu kegiatan ke kegiatan lainnya.
  3. Berikan Ruang Aman (Safe Space)
    Siapkan ruang tenang dengan pencahayaan lembut dan mainan sensorik.
  4. Terapkan Strategi “Before Tantrum Happens”
    Identifikasi pemicu: Apakah anak lapar? Bosan? Terganggu suara keras?
  5. Gunakan Teknik Deep Pressure atau Sensory Tools
    Seperti memeluk dengan kuat, beanbag chair, atau brushing untuk anak sensori.
  6. Latih Komunikasi Alternatif
    Gunakan PECS (gambar), gesture bagi anak nonverbal.
  7. Konsisten dengan Reward Positif
    Setelah anak bisa menenangkan diri, beri reward kecil yang bermakna.

Peran Terapi dalam Mengelola Tantrum :

  • Terapi ABA (Applied Behavior Analysis):
    Membantu memetakan perilaku pemicu dan mengajarkan respon yang lebih adaptif melalui reward sistematis.
  • Terapi Okupasi & Sensori Integrasi (SI):
    Membantu anak yang tantrum karena ketidaknyamanan sensorik (terhadap suara, sentuhan, gerakan).
  • Terapi Wicara:
    Membantu anak belajar berkomunikasi untuk mengurangi tantrum akibat frustasi verbal.

Pentingnya Keterlibatan Orang Tua :

• Libatkan diri dalam sesi terapi untuk memahami tekniknya.
• Terapkan strategi yang sama di rumah, konsistensi adalah kunci keberhasilan.
• Hindari memarahi atau mempermalukan anak di depan umum dan fokus pada pemulihan emosi.

Kesimpulan :

Tantrum pada Anak bukan tanda kegagalan dari orang tua. Itu sinyal bahwa anak masih belajar mengenali dan mengelola emosinya. Dengan pendekatan yang sabar, terstruktur, dan dibantu profesional, anak bisa belajar mengungkapkan diri dengan cara yang lebih sehat.

Jika anak Anda sering tantrum intens, sulit dikendalikan, atau disertai perilaku menyakiti diri, segera konsultasikan dengan tim profesional.

📲 Konsultasikan masalah tantrum anak Anda ke The TamTam Therapy Centre sekarang dan dapatkan strategi terapi paling cocok untuk anak Anda.

Scroll to Top